TEMPO.CO, Jakarta - Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) menyatakan segera mengajukan permohonan uji materi terhadap ketentuan Presidential Threshold ke Mahkamah Konstitusi. Pengajuan ini akan menambah jumlah penggugat soal ambang batas pencalonan presiden ini karena sebelumnya sudah ada 12 akademisi dan aktivis politik yang mengajukan gugatan serupa.
"Kami beranggapan ketentuan Presidential threshold pada pasal 222 Undang-Undang Pemilu tersebut bertentangan dengan pasal 6 UUD 1945 yang mengatur tentang syarat menjadi calon presiden dan pasal 6A ayat 5 yang mengatur tentang tata cara pemilihan presiden," kata Habiburokhman, Ketua Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) di Jakarta Pusat, Senin, 18 Juni 2018.
BACA JUGA: Golkar Kritik Latar Belakang Penggugat Presidential Threshold
Menurut Habiburokhman, Pasal 6 UUD 1945 sama sekali tidak mensyaratkan adanya dukungan 20 persen suara partai politik di parlemen atau 25 persen suara sah nasional. Pasal 222, kata dia, seharusnya hanya mengatur tata cara pencalonan secara teknis, bukan justru membuat syarat tambahan yang menyimpang itu.
"Permohonan uji materi ini memang pernah ditolak oleh MK, namun kami yakin ada situasi konstitusional baru yang perlu menjadi pertimbangan MK yang membuat perkara ini layak diperiksa kembali dan tidak nebis in idem," ujar dia.
BACA JUGA: Ini Bahaya Presidential Threshold. Ada yang Bisa Tahan Lama?
Habiburokhman berpendapat situasi konstitusional baru tersebut adalah fakta konkret besarnya aspirasi masyarakat agar terjadi suksesi kepemimpinan nasional secara damai melalui pemilu 2019.
"Kami menyerukan masyarakat yang menginginkan pergantian presiden pada pemilu 2019 agar bisa bergabung dan mendukung permohonan ini. Yang kita lakukan adalah hak politik yang sah dan dilindungi konstitusi," kata politikus Partai Gerindra itu.
BACA JUGA: Tak Setuju Presidential Threshold Nol Persen, JK: Agar Berkualitas